-->

Kisah Saksi Kasus Vina Cirebon, dari Ketakutan hingga Jadi Beken


 Kasus pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky di Cirebon, Jawa Barat, delapan tahun lalu kembali mencuat. Sejumlah saksi pun bermunculan. Di balik kesaksiannya, mereka merasa ketakutan diperiksa polisi, letih dikejar wartawan, hingga beken karena masuk televisi.


Hari itu, Jumat (7/6/2024), agenda Suroto (50) sangat padat. Pagi-pagi, ia bekerja sebagai perangkat Desa Kecomberan, Kecamatan Talun, Cirebon. Siangnya, ia mengaku didatangi Dedi Mulyadi, politisi sekaligus Youtuber yang turut membuat konten soal kasus pembunuhan Vina.


Sekitar pukul 14.00, giliran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang menemuinya. Setelah itu, sejumlah awak media mewawancarainya tentang perjumpaannya dengan LPSK. Pukul 16.00, ia memenuhi panggilan siaran langsung salah satu media televisi.

Saking sibuknya, Suroto belum sempat makan siang. Ia hanya mencicipi es kelapa plus gula merah di tengah teriknya matahari Cirebon. Malam harinya, ia masih harus mengikuti acara di salah satu hotel. Namun, di mana lokasinya dan apa kegiatannya, ia tak ingin menyebutkan.


Sehari sebelumnya, Kamis (6/6/2024), agendanya tidak kalah sibuk. Pagi hari, sejumlah wartawan telah menunggunya di balai desa untuk wawancara. Siang hari, ia ke Jembatan Layang Talun, lokasi penemuan Vina dan Rizky pada 2016. Sore hingga malam hari, ia ”hilang”.


Teleponnya sukar dihubungi. Usut punya usut, ternyata ia ”diculik” oleh wartawan untuk tampil di dua stasiun televisi nasional. ”Saya ’disekap’ di hotel untuk live (siaran langsung). Jadi, selesainya itu pukul 21.00. Saya langsung diantar pulang ke rumah setelah itu,” ungkapnya.



Suroto mendadak dikejar awak media setelah ia tampil iNews, salah satu stasiun televisi, pada Rabu (5/6/2024). Di laman Youtube, tayangan berjudul Penolong Vina Bersuara, Vina Minta Tolong Sebelum Meregang Nyawa! itu telah ditonton 1,2 juta kali hingga Sabtu (8/6/2024) pagi.


Kesaksian bapak dua anak ini mengejutkan karena ia mengetahui detik-detik temuan Vina dan kekasihnya, Rizky. Ia pun masih ingat peristiwa sewindu lalu itu. Kala itu, Sabtu (27/8/2016) pukul 20.00, Suroto bersiaga di Kepolisian Sektor Talun, 1 kilometer dari jembatan.


”Di flyover (jembatan layang) itu sering terjadi pembegalan dan penjambretan orang yang baru pulang kerja. Sasarannya ibu-ibu atau cewek. Karena saya merasa wilayah kita enggak nyaman, saya tiap jam itu keliling,” ungkap Suroto.



Saat Suroto berpatroli pukul 22.00, ia menyaksikan keramaian di jembatan layang yang mengarah ke Sumber, Cirebon. Ternyata, ada Vina dan Rizky atau Eky terkapar. Awalnya, ia menolong Eky dengan melepaskan pengait helmnya dan berkomunikasi dengan korban.


”Tapi, enggak ada respons. Ini benar sudah meninggal, berdarah,” tuturnya. Dari kepala dan sejumlah bagian tubuh Eky mengalir darah. Lebam dan memar memenuhi wajah anak Rudiana, anggota Polres Cirebon Kota, itu.


Minta tolong

Ia kemudian bergeser mengecek Vina yang terkapar dan merintih kesakitan. Kepala, tangan, dan kaki Vina terluka. Mukanya lebam. ”Dia bilang, ’Tolong, tolong.’ Saya jawab, ’Iya Dek, sabar ya, mobilnya lagi meluncur ke sini, nanti diantar ke rumah sakit,’” ujarnya.


Suroto melihat pakaian bagian bawah korban melorot. Selain memperbaiki busana Vina, ia juga menutupi Vina dengan jaket korban yang berlambang XTC. Banyak sekali pengguna jalan yang berhenti. Namun, mereka hanya melihat. Hanya ia dan dua polisi yang mengevakuasi korban.



Mulanya, polisi menduga Vina dan Eky korban kecelakaan tunggal. Namun, ia tak yakin. ”Motor (korban) tidak apa-apa, tapi banyak luka. Itu mukanya, enggak laki enggak perempuan, lebam semua kayak habis disiksa, diapain gitu. Yang jelas luka parah,” ungkapnya.


Dua hari setelah kejadian, ia dipanggil polisi ke depan SMP Negeri 11 Kota Cirebon, sekitar 1 km dari jembatan layang. Di sana, polisi menyatakan Vina dan Eky korban pembunuhan. ”Saya juga ikut sidang dua kali. (Keterangan) sama seperti ini, enggak direkayasa, apa adanya,” ungkap Suroto.


Dalam persidangan terungkap, kedua korban dibunuh oleh delapan pelaku. Bahkan, Vina sempat diperkosa. Tujuh pelaku divonis hukuman penjara seumur hidup. Mereka adalah Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, dan Rivaldi Aditya Wardana.



Adapun seorang pelaku lain, Saka Tatal, dihukum 8 tahun penjara dan bebas pada tahun 2020. Polisi juga menyatakan ada tiga pelaku yang masih buron dan masuk daftar pencarian orang (DPO) dalam kasus ini. Mereka adalah Pegi alias Perong (30), Dani (28), dan Andi (31).


Setelah delapan tahun, polisi menangkap Pegi Setiawan (27), yang diduga sebagai salah satu pelaku. Penangkapan itu hanya berkisar dua pekan setelah film Vina: Sebelum 7 Hari tayang di bioskop, awal Mei lalu. Adapun status dua DPO lainnya telah dicabut karena fiktif menurut saksi.


Sementara Suroto memastikan keterangannya sesuai fakta pada 2016 dan tidak berubah. Ia pun siap apabila dipanggil polisi untuk dimintai keterangan. ”Saya juga ikut sidang dua kali (tahun 2017). (Keterangan) Sama seperti ini, enggakdirekayasa, apa adanya,” ujarnya.


Meski demikian, ia mengaku khawatir akan mendapatkan tekanan dari pihak tertentu. Itu sebabnya, ia melapor ke LPSK. ”Apakah saya sebagai saksi kasus Vina ini nantinya diterima sama kedua belah pihak, baik yang tidak senang maupun yang senang, saya enggak tahu,” katanya.


Keluarganya pun sempat mengingatkannya agar menjaga diri. Apalagi, kasus Vina menarik perhatian publik, termasuk Presiden Jokowi. ”Kata istri, nanti repot sendiri kalau jadi saksi. Dikejar-kejar wartawan. Tapi, enggak apa-apalah supaya (kasus ini) cepat selesai,” ujar Suroto.


Ketakutan

Tidak hanya Suroto, lima buruh bangunan rekan Pegi, tersangka pembunuhan Vina, juga ikut bersaksi. Mereka adalah Suharsono (40), Suparman (40), Sandi Ibnu Zalil (33), Mulyadi (40), dan Robi Setiawan yang juga adik Pegi. Mereka menyatakan bahwa Pegi berada di Bandung saat peristiwa itu terjadi.


Mereka mengingat itu karena sehari sebelum kejadian, Jumat (26/8/2016), mereka menerima upah mingguan. Kertas catatan pemberian gaji itu pun masih tersimpan. Suparman mengatakan, malam itu hingga Sabtu (27/8/2016) pagi, ia masih bersama Pegi dan buruh lainnya.


”Tengah malam saya bangun, Pegi masih ada (di Bedeng). (Dia) Masih tidur, ada Robi, Ibnu,” katanya. Ia pun yakin, Pegi bukan pelakunya karena tidak berada di tempat kejadian perkara di Cirebon. Keyakinan inilah yang membuat ia dan rekan buruh lainnya ingin bersaksi meski ketakutan.


Mereka takut karena harus berhadapan dengan polisi selama berjam-jam. Bahkan, telepon genggam Suparman dan Suharsono sempat diambil polisi untuk diperiksa. Untungnya, kuasa hukum Pegi selalu mendampingi mereka, termasuk mengantarnya ke Kepolisian Daerah Jabar.


”Awalnya saya juga takut waktu diminta Ibu Pegi (Kartini) jadi saksi. Sayanya takut salah ngomong,” ujar Ibnu. Namun, ia ingin mengungkap kebenaran bahwa keponakannya itu bukan pembunuh. Ibnu bahkan sempat menangis di depan awak media untuk meminta Pegi dibebaskan.


Tidak hanya polisi, pria yang tidak tamat sekolah dasar ini juga harus berhadapan dengan kamera. Sebuah stasiun televisi memanggilnya ke Jakarta. Di sana, ia kudu beradu argumen dengan pengacara hingga pengamat hukum terkenal. ”Saya dua kali ke kamar mandi, pipis,” katanya tertawa.


Ia mafhum, dirinya tak selevel dengan narasumber di televisi itu. Ibnu hanyalah buruh bangunan yang putus sekolah. Namun, bukan berati kesaksiannya tidak benar. ”Saya dibilang bohong. Padahal, saya sudah bicara yang sebetulnya, apa adanya. Pegi itu enggak salah,” katanya.


Di sisi lainnya, ia merasa beken setelah tampil di televisi. Sejumlah orang yang bertemu dengannya sontak menyapanya. Bahkan, ada pembuat konten yang ingin merekamnya. Namun, ia menolak itu sesuai arahan kuasa hukum Pegi. Sebab, ada pihak yang hanya menyiarkan kekurangannya.


”Sekarang, kalau ada yang mau nanya-nanya, saya langsung pergi. Saya bilang, mau makan,” ujarnya. Ibnu khawatir, ada pihak yang ingin menjatuhkannya setelah bersaksi dalam kasus Vina. Namun, hingga kini, ia mengaku belum mendapat ancaman atau intimidasi dari siapa pun.


Pakai topeng

Marliyana (33), kakak Vina, juga merasa semakin dikenal setelah beberapa kali tampil di stasiun televisi dan siniar. Namun, ia mulai merasa risi karena kerap jadi perhatian orang lain. ”Padahal, saya sudah pakai masker, sama saja masih ketahuan. Apa saya harus pakai topeng?” ujarnya.


Beberapa kali wartawan juga mendatanginya. Saking seringnya diwawancarai, suaranya sampai serak. Katanya, suaranya kayak habis konser. Marliyana mengapresiasi perhatian publik terhadap kasus pembunuhan adiknya, termasuk munculnya sejumlah saksi baru.


”Dulu juga kita nyari saksi susah banget. Sekarang, banyak. Bagus kalau (keterangan saksinya) searah. Tapi, ini tidak searah,” ungkapnya. Misalnya, keterangan sejumlah saksi yang menyatakan dua DPO hanyalah fiktif. Padahal, nama DPO itu merupakan fakta persidangan.


Ia mendorong polisi segera mengungkap kasus pembunuhan adiknya yang telah berlalu delapan tahun. Ia yakin, masih ada pelaku lainnya yang turut terlibat dalam kasus ini. ”Saya berharap jangan ada korban yang salah tangkap karena kasihan kan kalau memang salah tangkap,” ujarnya.


Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat Komisaris Besar Jules Abast mengatakan, penanganan kasus Vina sudah sesuai prosedur. Polisi pun telah membentuk tim dari Inspektorat Pengawasan Daerah, Bidang Profesi dan Pengamanan, dan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jabar.


Pihaknya juga membuka ruang untuk warga yang ingin memberi informasi terkait kasus Vina. Warga bisa menghubungi 082211124007. ”Syaratnya, identitas pemberi informasi harus valid dan keabsahan informasi harus dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Jules.


Wakil Ketua LPSK Wawan Fahrudin mengatakan, pihaknya memastikan akan mendampingi sejumlah saksi yang membutuhkan perlindungan LPSK. Hingga kini, beberapa saksi telah melapor. Namun, ia belum bisa menyebut jumlah dan siapa saja saksinya.


Dari beberapa saksi itu sudah mulai ada ’ancaman’. Tinggal kita mendalami bentuk ancamannya ini apa?


”Beberapa saksi yang kami temui sedang kami dalami karena beberapa saksi tidak ada kesinkronan. Jadi, kita cukup berhati-hati menyampaikan ke teman-teman pers biar tidak ada kesalahan,” ungkapnya. Wawan pun membenarkan, sejumlah pemohon mengaku mengalami tekanan.


”Dari beberapa saksi itu sudah mulai ada ’ancaman’. Tinggal kita mendalami bentuk ancamannya ini apa? Apakah ancaman ini dalam bentuk verbal atau apa? Apakah dalam bentuk WA atau orang yang sering datang? Tapi, beberapa saksi menyampaikan itu,” ungkapnya.


Bagaimanapun, katanya, para saksi butuh perlindungan. ”Ini kaitannya masalah kemanusiaan, kita pengin mengungkap kebenaran supaya kasus ini lebih terang dan ini hak informasi publik,” tutup Wawan.

0 Response to "Kisah Saksi Kasus Vina Cirebon, dari Ketakutan hingga Jadi Beken"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel js

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel