Dijual untuk 'Nikah Bayaran' ke Cina, 11 Wanita Indonesia Disiksa Bak Hewan, Hukum Hambat Kepulangan
Polda Jabar mengusut kasus perdagangan perempuan yang menjadi tindak penyelundupan manusia di Cina bermodus pernikahan melalui perantara.
Dilansir Tribun Video dari BBC Indonesia, terdapat 11 perempuan asal Indonesia yang menjadi korban perdagangan, sebenarnya terdapat 12 orang namun satu di antaranya berhasil kabur saat masih berada di Jakarta.
Irfan Arifian, kuasa hukum ke-11 perempuan tersebut telah melaporkan kasus ini ke Polda Jabar pada 27 Juni 2018 lalu.
Lima hari kemudian, polisi berhasil menangkap tiga orang pelaku yakni Vivi yang berperan sebagai perekrut perempuan Indonesia, AKI seorang warga negara asing yang berperan sebagai perantara pria Cina dan YH alias A yang membantu Vivi merekrut perempuan Indonesia.
Polisi masih memburu satu orang pelaku, TMK alias A yang masih buron.
Direktur Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Polisi Umar Surya Fana, menyatakan berkas-berkas perkara sudah diserahkan ke Kejaksaan dan menunggu persidangan.
Awalnya, para pelaku perdagangan ini mengiming-imingi perempuan Indonesia untuk menikah dengan seorang pria asal Cina.
Seperti yang dialami oleh LL perempuan asal Sukabumi, Jawa Barat.
Kisah LL diawali dari kunjungan seorang perempuan tak dikenal ke rumahnya saat jelang tengah malam, pada Januari 2018 lalu.
Baca: Gadis 19 Tahun di Lampung Dijual Sahabatnya Jadi PSK di Sorong, Terungkap Melalui Pesan Facebook
Perempuan yang sekarang diketahui sebagai Vivi tersebut datang bersama seorang pria warga negara Cina.
Kunjungan itu hanya berlangsung sekitar 30 menit. Namun, dalam pertemuan singkat itu terjadi perjodohan antara LL dengan pria asing tersebut.
LL diiming-imingi uang bulanan sebesar Rp3 juta, pulang kampung setiap tiga bulan sekali, dan diperbolehkan membawa keluarga ke Cina. Itu belum termasuk uang mahar senilai Rp5 juta, kemudian uang tersebut diserahkan pria Cina itu kepada IS, ibu LL.
Selang beberapa hari setelah pertemuan di rumah keluarganya, LL dibawa ke sebuah apartemen di Jakarta.
Di sana, dia berkumpul bersama beberapa perempuan lain yang juga akan diperistri sejumlah pria di Cina.
Pada 16 Januari 2018, LL berangkat ke Cina bersama dua perempuan lain.
Setelah menikah, dia tinggal bersama suaminya di Desa Weijahe, Kota Taihu Anging, Provinsi Anhui, Cina.
Awalnya semua berjalan sesuai janji. Bahkan, LL mengaku sempat mengirim uang ke orangtuanya sebesar Rp10 juta. Namun itu semua tak berlangsung lama.
Alih-alih pulang kampung secara rutin seperti yang dijanjikan, LL mengaku dirinya disekap, disiksa, diberi makan yang tidak layak, dan dilecehkan secara seksual oleh suaminya.
"Saya ingin memberitahukan bahwa saya di Cina diperlakukan dengan sangat tidak layak. Suami memukul saya, menampar saya sampai memar-memar, sampai kepala saya dibacok. Lima bulan saya diperlakukan tidak baik di sini, sampai saya juga tidak bisa bertahan," ujar LL melalui sambungan telepon.
"Tolong saya, saya sangat menderita di sini. Saya ingin pulang, saya mohon. Saya di sini seperti hewan layaknya, bukan diperlakukan seperti manusia. Tolong siapapun yang mendengar ini," lanjutnya.
LL sempat berhasil kabur lantaran tidak tahan dengan perlakuan suaminya. ia loncat dari lantai 2 rumah suami hingga kakinya patah.
Dengan kondisi itu, LL menelusuri jalan sejauh dua kilometer menuju lokasi temannya, M, dan seorang pria Cina dari sebuah agensi.
Ibarat lepas dari mulut harimau masuk ke mulut buaya, LL mengaku harus kembali terjerat masalah. Bantuan yang diberikan pria Cina itu ternyata tidak gratis. Perempuan 27 tahun itu harus membayar Rp20 juta.
Karena tidak punya uang, LL membayarnya dengan bekerja. Ia mengklaim seringkali diancam dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial jika tidak bisa membayar.
Saat ini, Irfan sebagai kuasa hukum ke-11 perempuan bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri terus berupaya membantu mereka untuk kembali ke Indonesia dengan meminta bantuan oleh polisi setempat.
Namun hal tersebut harus melalui proses hukum yang panjang dan proses persidangan kasus ini memiliki kekuatan hukum tetap.
"Surat nikah resmi itu bisa dibatalkan lewat permintaan polisi China, setelah perkara WNA (pelaku kasus perdagangan orang) yang disidangkan di Indonesia, sudah berkeputusan hukum tetap. (Baru) dia mau memulangkan," ujar Irfan.
Hanya saja, menunggu persidangan selesai dan berkekuatan hukum tetap bukan waktu yang singkat. Terlebih lagi buat ke-11 perempuan.
Irfan menambahkan, perdagangan orang menggunakan modus pernikahan paling sulit.
"Suami akan mempertahankan karena dia sudah keluar sejumlah uang pada agensi. Jadi tidak mudah dia lepaskan begitu saja," Irfan sambil menyebutkan pihak suami rata-rata merogoh kocek hingga Rp200 juta untuk membeli perempuan Indonesia melalui agensi.
Sementara itu polisi menjerat para pelaku dengan Pasal 2 dan atau Pasal 4 dan atau Pasal 6 dan atau Pasal 10 dan atau Pasal 11 UU RI Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Perdagangan Orang dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Simak videonya di bawah ini:
sumber:tribunnews
0 Response to "Dijual untuk 'Nikah Bayaran' ke Cina, 11 Wanita Indonesia Disiksa Bak Hewan, Hukum Hambat Kepulangan"
Post a Comment